Faruk Beşer: Apakah Allah menjadikan fardu dan sunnah sebagai nabi?
Miscellanea / / December 17, 2021
Faruk Beşer, salah satu kolumnis Yeni afak.com, menulis dalam artikelnya hari ini: menjawab pertanyaan itu.
Ada pendapat seperti itu di masyarakat; Fardhu adalah apa yang Allah (swt) inginkan dari kita, sedangkan sunnah adalah apa yang diperintahkan oleh Rasulullah (saw). Dengan kata lain, Allah telah menetapkan fardhu ibadah. Rasulullah (saw) secara spontan menambahkan beberapa tambahan fardhu mengatakan bahwa akan lebih baik jika Anda juga melakukan hal berikut, dan karena dia memerintahkan mereka, mereka disebut sunnah. Misalnya, Allah memerintahkan kita untuk melakukan shalat zuhur empat rakaat, dan Rasulullah menambahkan satu empat rakaat sebelum empat rakaat ini dan dua rakaat setelah shalat zuhur, sehingga shalat zuhur menjadi sepuluh rakaat. 'ah. Tentu pemahaman ini tidak tepat. Jika dipahami dengan cara ini, agama akan memiliki dua sumber, Allah dan Nabi. Akan tetapi, agama dengan segala tingkatannya dalam perintah dan larangannya, adalah perintah yang ditetapkan oleh Allah.
Pendeknya, satu-satunya pemilik agama adalah Allah, dan Dia telah menentukan agamanya dalam segala aspek. Nabi (saw) hanyalah seorang pejabat yang memenuhi perintah Allah.
Sekarang, mari kita ingat sekali lagi apa yang dimaksud dengan 'Sunnah' sebagai sebuah istilah/konsep. Sunnah secara harafiah berarti amalan, gaya, metode, metode. Dalam pengertian ini, Allah juga memiliki sunnah. Sunnetullah, yaitu hukumnya, metodenya dalam wataknya, gayanya. "Sunnah Allah tidak berubah". Artinya, Dia tidak bertindak sembarangan, bahkan jika seorang hamba tidak sepenuhnya mengetahui apa yang akan Dia lakukan, mereka dapat memahami sunnah sejauh mereka memahaminya. Ini berarti bahwa apa yang tidak kita pahami memiliki sebab dan hukum. Dalam pengertian ini, pengurus mungkin juga memiliki gaya sunnah/praktik. Misalnya, Nabi kita (saw) mengacu pada praktik khalifah yang tidak kidal sebagai Sunnah mereka.
- Kedua Singkatnya, ketika Sunnah disebutkan sebagai sumber pengetahuan agama, wahyu, yaitu Al-Qur'an. Semua perkataan, tindakan, dan persetujuan Rasulullah sebagai sumber informasi kedua, sekali lagi secara metaforis. dimengerti. Dalam pengertian sumber informasi, Al-Qur'an dan As-Sunnah disebutkan. Artinya, kita mendapatkan pengetahuan agama baik secara langsung dari Al-Qur'an atau dari apa yang disampaikan Rasulullah kepada kita dari Allah. Sumber keduanya adalah Tuhan. Misalnya dikatakan bahwa dalil fardhu ini ada dalam Al-Qur'an atau As-Sunnah. Artinya, fardhu juga bisa diperbaiki dengan sunnah.
- Sebagai yang ketiga;Di urutan teratas urutan/hierarki perintah adalah yang wajib, yaitu fardhu. Kemudian ada sunnah, yang baik dilakukan tanpa kewajiban, dan sebagai bagian dari ini, ada mustahab. Misalnya, empat rakaat pertama siang adalah sunnah, empat rakaat berikutnya adalah fardhu, dan dua rakaat terakhir adalah sunnah. Adalah mustahab untuk menyelesaikan dua rakaat terakhir ini menjadi empat.
Beberapa perintah baik Al-Qur'an dan Sunnah adalah fardhu, ada yang sunnah, dan ada yang mustahab. Misalnya “Pergi ke masjid dengan perhiasan/pakaian yang indah” Perintah ini ada di dalam Al-Qur'an dan adalah sunnah atau mustahab untuk mengikuti perintah ini. “Berpikir baik tentang Allah” Perintah adalah firman Rasulullah, tetapi wajib untuk diikuti.
Mari kita bicara tentang sejarah doa: Pada awalnya, hanya ada dua rakaat shalat, yang dilakukan pada pagi dan sore hari. Kemudian ditambahkan shalat malam. Setelah itu, lima puluh shalat pertama diwajibkan di Miraj, dan kemudian dikurangi menjadi lima. Lima kali ini adalah dua rakaat sebelumnya. Akhirnya, fardhu ditingkatkan menjadi empat rakaat di Madinah, tetapi mereka dibiarkan menjadi dua rakaat dalam ekspedisi dan berbagai sunnah diperintahkan bersama dengan fardhu. Siapa yang menentukan atau memerintahkan semua ini? Tentu saja Allah SWT. Rasulullah hanya memberi tahu mereka kebajikan dan tingkat kebutuhan mereka. Ini terjadi dengan sepengetahuan Allah. Kita melihat sunnah sebagai perintah yang tidak diwajibkan oleh Allah. Rasulullah SAW hanyalah seorang utusan dan guru.
Situasi ini juga menunjukkan sebagai berikut: Artinya Rasulullah menerima wahyu di luar Al-Qur'an dalam tingkatan wahyu. Padahal, salat ke Masjid al-Aqsha sebelum mengubah kiblat juga merupakan syarat turunnya wahyu, mungkinkah Rasulullah menentukannya sendiri?
Dalam hal ini, pernyataan "Mari kita lakukan sunnah sehingga kita dapat mencapai syafaat Rasulullah" tidak benar dalam semua hal.